Langsung ke konten utama

Energi Biomassa



Biomassa Energi
2.1.      Klasifikasi Biomassa
2.1.1.   Definisi Biomassa
 “Apa Itu Biomassa?”,  kata “biomassa” terdiri atas “bio” + “massa”,  dan istilah ini  mula-mula digunakan dalam bidang ekologi untuk merujuk  pada jumlah hewan dan tumbuhan.  Setelah isu goncangan minyak terjadi,  makna kata itu diperluas melebihi bidang ekologi dan maknanya kini menjadi “sumber daya  biologi sebagai sumber energi”,  dikarenakan ada desakan agar sumber  energi  alternatif (baru) dipromosikan.  Hingga kini masih belum ada definisi yang spesifik untuk biomassa dan definisinya bisa berbeda dari satu bidang ke bidang yang lain.  Dari perspektif sumber daya  energi,  definisi umumnya adalah “istilah umum untuk sumber daya  hewan dan tumbuhan serta limbah  yang berasal  darinya,  dimana ia terkumpul dalam jangka waktu tertentu (tidak  termasuk sumber fosil)”.  Seiring dengan itu,  biomassa tidak  hanya  mencakup berbagai jenis tanaman pertanian,  kayu,  tumbuhan perairan, pertanian konvensional yang lain,  kehutanan, sumber daya perikanan tetapi juga mencakup  lumpur  pulp, lindi hitam, sisa fermentasi alkohol, dan limbah industry organic lainnya, sampah kota seperti sampah dapur dan limbah kertas, serta lumpur limbah. Oleh karena beberapa negara tidak mengklasifikasikan sampah kota sebagai biomassa,  maka ia harus dipertimbangkan dalam penggunaan data statistik.
2.1.2.   Definisi Biomassa (Energi) dari segi Hukum
Salah  satu  contoh  definisi  biomasa  dari  segi  hukum ialah situasi negara Jepang sebagaimana dijelaskan sebagai berikut.  Pada 25  Januari 2002, Hukum pada Tindakan Khusus untuk Memfasilitasi Penggunaan Sumber Daya Energi Baru (Hukum Energi Baru) diubah secara parsial dan biomassa untuk  pertama  kalinya  dikenal sebagai sumber energi baru di Jepang. Gambar 2.1. menunjukkan posisi biomassa diantara “energi baru” lainnya.  Biomassa semula dianggap sebagai salah satu jenis sumber daya  terbarukan,  tetapi dengan amandemen hokum sekarang ini maka kini dianggap sebagai satu kategori bebas dari energi baru. Namun, beberapa limbah seperti limbah kertas, limbah makanan, limbah penghancuran, dan lindi hitam bisa juga dianggap sebagai sumber daya yang dapat di daur ulang berdasarkan kondisi tertentu dan ia tidak bisa diklasifisikan secara tegas.
Gambar 2.1.1 Definisi energi biomassa di Jepang.
2.1.3    Karakteristik Biomassa
Menjelang abad ke-19, biomassa dalam bentuk kayu bakar dan arang merupakan sumber utama energi namun ia telah digantikan oleh batubara dan minyak pada abad ke-20. Akan tetapi,  pada abad ke-21,  biomassa telah menunjukkan pertanda ia akan muncul kembali dikarenakan memiliki karakteristik sebagai berikut: terbarukan, dapat disimpan dan diganti, melimpah dan ia merupakan netral karbon.
2.1.4    Kategori Biomassa
Tidak ada cara tertentu untuk mengkategorikan biomassa, karena memiliki definisi yang berbeda-beda bergantung pada bidangnya, dan kategori dapat berubah berdasarkan tujuan dan aplikasinya. Secara umum, ada dua cara untuk  mengkategorikan biomassa, salah satunya adalah  pengkategorian biologi berdasarkan jenis biomassa yang tersedia di alam (seperti pengkategorian  berdasarkan  ekologi  atau  jenis  tumbuh-tumbuhan)  dan  kategori berdasarkan  penggunaan  atau aplikasi  sebagai  sumber daya.  Jenis  yang  kedua  lebih  signifikan  untuk  penggunaan  energi (sumber daya) yang lebih efektif.
2.1.5    Contoh  pengkategorian  biomassa  (dalam  hal  penggunaan  dan aplikasi)
Contoh pengkategorian biomassa ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Dalam pengkategorian ini, biomassa tidak hanya mencakup produk dan sisa konvensional dari pertanian, kehutanan,  dan  perikanan  tetapi juga mencakup biomassa  tanaman.  Pengkategorian berdasarkan sumber sangat penting untuk mendisain sistem penggunaan biomassa.
Gambar 2.1.2. Pengkategorian biomassa (berdasarkan penggunaan dan aplikasi).
Kadar air merupakan faktor utama untuk dipertimbangkan ketika menggunakan biomassa terutama sebagai energi. Hal ini dikarenakan kadar air didefinisikan secara berbeda untuk setiap bidang, perhatian  diperlukan saat membaca petunjuk kadar air. Dalam bidang energi, kadar air seringkali didefinisikan sebagai.
(kadar air) = (bobot air) / (bobot total) × 100 [%].................................. (2.1)
(bobot total) = (bobot kering biomassa) + (bobot air)............................ (2.2)
Menggunakan definisi ini, kadar air tidak pernah melebihi 100%. Dalam bidang kehutanan dan ekologi, kadar air sering didefinisikan sebagai berikut:
(kadar air) = (bobot air) / (bobot biomassa kering) × 100 [%]................ (2.3)
Dengan tujuan keseragaman,  buku panduan ini menggunakan Persamaan.  (2.1)  untuk mendefinisikan kadar  air.  Biomassa terdiri atas senyawa makromolekul alami seperti selulosa, lignin, dan protein. Ada berbagai jenis biomassa dengan kadar  air yang tinggi disebabkan biomassa berasal dari organisme hidup.  Gambar.  2.1.3 menunjukkan kadar air untuk berbagai jenis biomassa. Biomassa memiliki rentang kadar air yang luas mulai dari biomassa jenis kering seperti kayu kering dan sisa kertas dengan kadar air sebanyak 20%  sampai biomassa dengan kadar air melebihi 95% seperti mikroalga, sisa fermentasi, dan endapan. Untuk tujuan konversi energi, proses yang dipilih haruslah mampu mengadaptasikan dengan kadar air tersebut.
Gambar 2.1.3. Hubungan kadar air dan nilai kalor.

2.2.      Availibilitas Biomassa
Bumi memiliki pasokan biomassa yang sangat banyak meliputi daerah yang luas  termasuk hutan dan lautan. Total biomassa di dunia sekitar 1.800 miliar ton di darat dan 4 miliar ton di lautan, termasuk sejumlah yang ada di dalam tanah. Total biomassa di darat adalah sebanyak 33.000 EJ berbasis energi, yang bersamaan  dengan 80 kali atau lebih dari  konsumsi energi dunia selama setahun. Akan tetapi,  beberapa  bagian biomassa digunakan  untuk makanan  oleh makhluk hidup termasuk manusia, serta penggunaan lain selain makanan untuk memenuhi  kebutuhan hidup manusia. Oleh karena itu, penting untuk memperkirakan kuantitas sumber daya biomassa  yang dapat digunakan sebagai sumber energi.
2.2.1    Estimasi potensi limbah biomassa
Sisa biomassa termasuk sisa dan sisa yang dibuang dari kehidupan seharian kita. Kuantitas produksi ini kini disebut  sebagai penghasilan sisa biomassa.  Sisa biomassa memiliki ke pelbagaian petunjuk tidak  hanya untuk energi tetapi juga sebagai bahan pengisi atau baja. Sebaliknya, untuk biomassa yang kini belum lagi digunakan tetapi bisa diubah ke energi disebut energi potensial biomassa. Di dalam bagian ini, metode perkiraan kuantitas sumber akan ditampilkan, menunjukkan sisa biomassa yang dihasilkan dari pertanian, kehutanan dan industri ternak.
a.  Jumlah produksi limbah biomassa
Penting mengetahui produksi limbah biomassa untuk menaksir stok limbah biomassa saat ini,  namun  sulit untuk mengetahui jumlah produksi limbah biomassa di setiap negara dan kawasan di seluruh dunia.  Oleh karena  itu,  produksi limbah biomassa seringkali ditaksir berdasarkan rasio antara  produksi  limbah relatif terhadap produksi sumber daya  biomassa.
Contoh parameter untuk estimasi produksi limbah biomassa disajikan  pada  Tabel 2.2.1. Perhatikan bahwa parameter-parameter ini disamaratakan dalam basis global, dan penting untuk mengatur parameter yang  diingginkan untuk  masing-masing daerah,  dalam  sebuah penelitian yang meliputi area yang terbatas. Gambar 2.2.1.  menunjukkan stok  limbah biomassa saat  ini  yang  diperkirakan menggunakan parameter di atas berdasarkan prosedur berikut:
Jumlah produksi limbah pertanian dan kehutanan diperkirakan dengan memodifikasi produksi pertanian (2000) dan kehutanan (1999) dengan menggunakan statistik FAO, dan kemudian dikalikan dengan rasio produksi limbah. Jumlah produksi limbah peternakan diperkirakan dengan menentukan jumlah peternakan (2000), serta dengan menggunakan jumlah kotoran yang diproduksi oleh setiap hewan ternak. Stok biomassa saat  ini diperkirakan berdasarkan produksi  limbah  biomassa dikalikan dengan koefisien konversi energi. Stok limbah biomassa saat ini (nilai tahunan) diperkirakan sekitar 43 EJ untuk biomassa peternakan, 48 EJ untuk biomassa pertanian, dan 37 EJ untuk biomassa kehutanan dengan total sekitar 128 EJ. Sekitar 22 EJ kotoran sapi merupakan sumber daya terbesar dan diikuti dengan sekitar 20 EJ dari limbah kayu.
Tabel  2.2.1.  Parameter  yang  digunakan  untuk  memperkirakan  produksi  limbah  biomassa  dan sejumlah sumber daya
*laju produksi kotoran, basis ton kering
Gambar 2.2.1. Jumlah residu biomassa di dunia.

b.  Potensi energi limbah biomassa
Sebagian stok  limbah  biomassa  saat  ini telah  digunakan  untuk  aplikasi  lain,  sehingga cukup sulit untuk mendapatkan kembali semua massa secara efisien serta menggunakan kembali sebagai sumber energi. Sebagai contoh, beberapa jerami digunakan sebagai pakan ternak saat ini. Hampir mustahil untuk  mengumpulkan kotoran sapi di padang rumput  ternak. Oleh karena itu, ketika  stok  kuantitas biomassa  saat  ini  diperkirakan,  perlu  untuk  mempertimbangkan ketersediaanya,  sehingga  potensi  energi  limbah  biomassa dihitung  sebagai  bagian dari  sumber energi yang tersedia dari keseluruhan stok saat ini. Rasio ketersediaan yang diajukan oleh Hall et al. disajikan pada Table. 2.2.2.


Tabel 2.2.2. Jenis biomassa dan rasio ketersediaan energi
[Hall et al., 1993]

Potensi energi limbah biomassa diperkirakan menggunakan rasio ketersediaan seperti yang  ditunjukkan dalam Gambar 2.2.2. Bagian terbesar potensi energi limbah biomassa (nilai tahunan)  berasal  dari biomassa limbah kehutanan sekitar 22 EJ dari basis  di  seluruh  dunia. Terutama sisa kayu menyumbang sebesar 15 EJ, yaitu sekitar dua pertiga dari limbah biomassa kehutanan setara dengan sekitar 36% dari total sumber daya biomassa. Ada sekitar 15 EJ limbah biomassa pertanian dari basis di seluruh dunia. Setiap jenis biomassa yang ada dalam biomassa pertanian berkontribusi rata-rata sekitar  1.5 - 3.5 EJ.  Di sisi  lain, biomassa jenis ternak hanya
menyumbang  sekitar  5.4  EJ  dari  basis  di  seluruh  dunia,  dimana penyumbang utama adalah kotoran sapi, yaitu sekitar 2.8 EJ.
Gambar 2.2.2. Ketersediaan residu biomassa di seluruh dunia.

2.3       Komposisi Biomassa

2.3.1    Tinjauan komposisi biomassa
Ada berbagai jenis biomassa dan komposisinya juga beragam. Beberapa komponen utama adalah selulosa,  hemiselulosa,  lignin,  kanji, dan protein.  Pohon biasanya mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin seperti tanaman herba meskipun persen komponennya berbeda satu  sama lain.  Jenis  biomassa yang berbeda memiliki komponen yang berbeda, misalnya gandum memiliki kadar pati yang tinggi, sedangkan limbah peternakan memiliki kadar protein yang tinggi. Karena komponen ini memiliki struktur kimia yang berbeda,  maka reaktivitasnya juga berbeda. Dari segi penggunaan energi,  biomassa berlignoselulosa yang terutama
mengandung selulosa dan lignin seperti pohon berada dalam jumlah yang banyak dan mempunyai potensi yang tinggi.


2.3.2 Komponen khas biomassa
(a) Selulosa
Polisakarida yang tersusun dari D-glukosa yang terhubung secara seragam oleh ikatan ß-glukosida.  Rumus molekulnya adalah (C6H12O6)n. Derajat polimerasinya,  ditunjukkan  oleh n, dengan nilai  kisaran yang  lebar  mulai dari  beberapa ribu hingga  puluhan  ribu.  Hidrolisis total selulosa menghasilkan D-glukosa  (sebuah monosakarida), akan tetapi hidrolisis parsial menghasilkan disakarida (selobiosa) dan polisakarida yang  memiliki n berurutan  dari 3 ke 10.Selulosa memiliki struktur kristal dan memiliki resistensi yang tinggi terhadap asam dan basa.  Gambar. 2.3.1 menunjukkan rumus struktur selulosa.

(b) Hemiselulosa
Polisakarida dimana unit-unitnya  adalah terdiri atas monosakarida dengan 5 karbon seperti D-xilosa, D-arabinosa dan monosakarida karbon-6 seperti D-manosa, D-galaktosa dan D-glukosa. Jumlah monosakarida karbon-5 lebih banyak dibandingkan monosakarida karbon-6 dan rumus molekul rata-ratanya adalah (C5H8O4)n. Karena derajat polimerisasi (n) hemiselulosa adalah antara 50 sampai 200,  yaitu lebih kecil dari selulosa,  maka ia lebih  mudah  terurai dibandingkan selulosa,  dan kebanykan  hemiselulosa dapat larut dalam larutan alkali. Hemiselulosa yang umum adalah xilan,  yang terdiri atas xilosa dengan ikatan 1,  4.  Gambar 2.3.1c menunjukkan rumus struktur xilan.  Hemiselulosa yang lain adalah glukomanan,  tetapi semua hemiselulosa beragam jumlahnya bergantung pada jenis pohon dan juga bagian tumbuhan itu sendiri.

(c) Lignin
Merupakan senyawa dimana unit komponennya,  fenilpropana dan turunannya, terikat secara 3 dimensi.  Strukturnya kompleks dan sejauh ini belum  sepenuhnya  dipahami.  Gambar 2.3.1d menunjukkan unit komponennya. Struktur 3 dimensi yang kompleks ini menyebabkan ia sulit untuk diuraikan oleh mikroorganisme dan bahan-bahan kimia. Berdasarkan pengamatan ini,
maka dapat disimpulkan bahwa lignin memberikan kekuatan mekanis dan juga perlindungan untuk tumbuhan itu sendiri. Selulosa, hemiselulosa dan lignin dapat ditemukan secara universal dalam berbagai jenis biomassa dan merupakan sumber daya karbon alami yang paling berlimpah di bumi.

(d) Pati
Seperti  selulosa,  pati merupakan  polisakarida  dimana  unit  komponennya  adalah  D- glukosa,  tapi ia dihubungkan oleh ikatan a-glikosida.  Karena  perbedaan dalam struktur  ikatan,  maka selulosa tidak larut dalam air sedangkan sebagian pati (lihat Gambar. 2.3 .1-b) dapat larut  dalam air panas (amilosa, dengan bobot molekul antara 10.000 sampai 50.000, mencakup hampir  10%  -20%  dari  pati)  dan  sebagian  lagi tidak  dapat larut  (amilopektin,  dengan  bobot molekul  antara 50.000 sampai 100.000,  mencakup hampir 80% - 90% dari pati). Pati ditemukan di dalam  biji, umbi (akar) dan batang, dan mempunyai nilai yang tinggi sebagai makanan.

(e) Protein
Protein merupakan senyawa makromolekul dimana asam  amino dipolimerisasi dengan derajat yang tinggi.  Sifat-sifatnya  berbeda bergantung  pada jenis dan rasio komponen asam  amino dan derajat polimerisasi itu sendiri. Protein bukan merupakan komponen utama biomassa dan hanya meliputi proporsi yang lebih rendah jika dibandingkan dengan 3 komponen yang sebelumnya.

(f) Komponen-komponen lain (organik dan anorganik)
Jumlah komponen organik yang lain berbeda bergantung pada jenis biomassa, tetapi ada juga komponen organik dengan  jumlah  yang tinggi seperti gliserida (contohnya minyak rapeseed,  minyak sawit dan minyak sayur lainnya)  dan sukrosa di dalam tebu dan gula bit. Contoh yang lain adalah alkaloid, pig men, terpena dan bahan berlilin. Meskipun komponen ini ditemukan dalam jumlah yang sedikit, namun memiliki nilai tambah yang tinggi sebagai ramuan obat. Biomassa tidak hanya terdiri atas senyawa organik makromolekul tetapi juga mengandung bahan anorganik (abu) dalam jumlah yang sangat kecil. Unsur logam primer termasuk Ca, K, P,  Mg, Si, Al, Fe dan Na. Bahan dan jumlahnya berbeda bergantung pada jenis bahan baku.
Gambar 2.3.1. Struktur kimia komponen utama biomassa.

2.3.3 Analisis komponen biomassa
Tabel 2.3.1 menunjukkan komposisi untuk jenis  biomassa yang utama.  Meskipun ada pengecualian, namun secara umum, komponen utama biomassa daratan dari urutan tertinggi ke terendah adalah selulosa, hemiselulosa, lignin dan protein. Biomassa lautan memiliki komposisi yang berbeda.  Tabel 2.3.1 menunjukkan biomassa tumbuhan sedangkan Tabel 2.3.2 menunjukkan komposisi endapan dan biomassa limbah  lainnya  dengan kadar  air yang tinggi.  Tabel 2 .3.1 dan 2.3.2 menggunakan klasifikasi komposisi yang berbeda. Selulosa dan lignin di dalam Tabel 2.3.1 diwakili oleh serat dalam Tabel 2 .3.2 sedangkan hemiselulosa di dalam Tabel 2.3.1 termasuk karbohidrat dalam Tabel 2.3. 2.







Tabel 2.3.1. Analisis kimia dari biomassa perwakilan (Bagian 1) (%bobot)
*Total tidak harus 100 dikarenakan setiap komponen diukur dengan metode yang berbeda

Tabel  2.3.2. Analisis  kimia  biomassa  representative (Bagian 2: biomassa limbah dengan kadar air tinggi). (%bobot)
a) Berbasis bobot kering
b) Berbasis kadar organic



2.4. Kandungan energi biomassa
2.4.1. Indikator kandungan energi biomassa
Untuk menentukan sistem energi biomassa,  kandungan energi setiap jenis bahan  baku biomassa harus ditentukan terlebih dahulu.  Nilai kalor seringkali digunakan sebagai indicator kandungan energi yang dimiliki oleh biomassa. Nilai kalor adalah jumlah panas yang dihasilkan saat bahan menjalani pembakaran sempurna atau dikenal sebagai kalor pembakaran. Nilai kalor ditentukan melalui rasio komponen dan jenisnyaserta rasio unsur di dalam biomassa itu sendiri (terutama kadar karbon).

(a) Nilai kalor tertinggi dan terendah
Biomassa  terdiri  atas bahan  organik  seperti  karbon,  hidrogen,  dan  oksigen dan  saat dibakar secara  sempurna,  ia  akan  menghasilkan  air  dan karbon  dioksida.  Air dan  uap air  yang dihasilkan  mengandung  kalor  laten yang  terbebas  saat  kondensasi.  Nilai  kalor  yang  meliputi kalor laten disebut  sebagai nilai kalor tinggi/high heating value (HHV),  sedangkan  untuk  nilai kalor  dimana  kalor  laten tidak  termasuk  dalam  sistem  tersebut  disebut  sebagai  nilai  kalor rendah/low heating value (LHV).

(b) Kalor yang tersedia
Nilai kalor Q0 adalah jumlah kalor yang dihasilkan dari pembakaran sempurna per unit bahan dibawah kondisi standar.  Biomassa sebenarnya mengandung lebih banyak air dan abu, yang harus dipertimbangkan ketika energi diproduksi.  Penilaian hanya berdasarkan nilai kalor rendah adalah tidak cukup sebagai indikator untuk menentukan apakah biomassa dalam kondisi alami akan dapat mempertahankan pembakaran atau tidak.  Energi yang diperlukan untuk meningkatkan udara sekitar, suhu yang diperlukan untuk mempertahankan pembakaran, dan juga energi endotermik abu harus juga diperhitungkan.  Jumlah kalor  yang diperlukan atau disebut sebagai kalor tersedia dihitung berdasarkan persamaan di bawah: Kalor tersedia Q = Q0 (1-w) - 1000w – [absorpsi kalor terbuang] – [absorpsi kalor abu] (w: kadar air) Gambar 2.1.3. menggunakan nilai yang dihitung untuk kalor tersedia Q pada 900ºC. nilai positif (+) untuk kalor tersedia Q merupakan kondisi untuk pembakaran yang terjadi.

2.4.2. Nilai kalor berbagai jenis biomassa
Tabel 2.4.1 menunjukkan data untuk kadar air, kadar bahan organik, kadar abu, dan nilai kalor dari berbagai jenis biomassa representatif.

Tabel 2.4.1 Analisis khusus dan nilai kalor dari biomassa, batu bara, dan gambut representative
*kadar  air  ditentukan  dari  kehilangan  bobot  setelah  pengeringan  pada  suhu  105ºC  di  bawah tekanan atmosfer.
**kadar abu ditentukan dari bobot residu (oksida logam) setelah pemanasan pada suhu 800ºC

Kadar  air  sangat  berbeda  dan  bergantung  pada  jenis  biomassa  itu  sendiri.  Misalnya, persentase kadar air untuk kertas adalah 3% sedangkan lumpur adalah 98%. Untuk kebanyakan jenis biomassa, jika kadar airnya melebihi dua pertiga maka kalor tersedianya adalah negatif (-). Oleh karena itu, meskipun nilai kalor biomassa itu sendiri adalah tinggi, jika ia memiliki kadar  air yang tinggi dalam kondisi alaminya, maka tidak sesuai untuk pembakaran. Contohnya, eceng gondok dan lumpur limbah memiliki nilai kalor yang tinggi saat dikeringkan, tetapi kadar airnya 95% saat sampling, maka sebenarnya bahan ini tidak sesuai untuk pembakaran.
Bahan organik total diperoleh dengan cara mengurangi kadar abu dari bahan kering total. Karena nilai abu sebagai energi adalah nol, maka jumlah bahan organik yang tinggi berarti nilai kalornya pun lebih tinggi. Nilai kalor yang tinggi diperlukan sebagai sumber energi. Selain itu, bahan  organik  memiliki  nilai  kalor yang  berbeda  bergantung  pada  jenis  dan  rasio  unsur penyusunnya (Lihat 2.3 Komposisi Biomassa). Tabel 2.4.2 menunjukkan hasil analisis unsur dan nilai kalor  untuk  beberapa jenis  biomassa  representatif  dan  bahan  bakar  organik yang  lain. Karena biomassa mengandung oksigen yang banyak serta karbon dan hidrogen yang sedikit jika dibandingkan  batu  bara dan minyak bumi,  maka biomassa memiliki  nilai kalor per unit  bobot lebih rendah dibandingakan dengan batu bara dan minyak bumi. Biomassa jenis kayu dan herba memiliki  kadar karbon  45-50%  dan kadar hidrogen  5%  -6%,  memberikan  rasio  molar  H:  C sekitar 2 dengan nilai variasi yang kecil. Hal ini karena rasio ini dipengaruhi oleh komposisinya, dimana komponen utamanya adalah selulosa dan lignin.



Tabel  2.4.2. Komposisi  unsur khas  dan nilai kalor dari  berbagai jenis biomass, batu  bara,  dan gambut.
Sehubungan dengan kadar air dan sifat lainnya, hasil analisis unsur seluruhnya diperoleh dalam kondisi kering.

2.4.3. Estimasi nilai kalor berdasarkan perhitungan
Nilai kalor  untuk setiap jenis biomassa disajikan  dalam Tabel 2.4.1 dan 2.4.2.  Nilai
pemanasan bisa juga diestimasi  melalui perhitungan dengan menggunakan informasi seperti nilai-nilai yang diperoleh dari analisis unsur bahan. Beberapa persamaan telah diausulkan, salah satunya disajikan disini.
Nilai kalor tinggi (HHV) [MJ/kering-kg] = 0.4571 (Standar kering %C) – 2.70
Tabel  2.4.3.  membandingkan nilai  kalor  yang dihitung  dengan persamaan ini  dan  nilai kalor yang diperoleh dengan pengukuran.  Pengecualian untuk lumpur,  biosolid,  hasilnya  tepat mendekati.



Tabel 2.4.3. Perbandingan nilai kalor biomassa hasil pengukuran dan perhitungan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Macam Sistem Pendinginan Udara

Sistem Pendinginan Udara Pendinginan oleh aliran udara secara alamiah      Pada sistem ini panas yang dihasilkan oleh pembakaran gas dalam ruang bakar sebagian dirambatkan keluar dengan menggunakan sirip-sirip pendingin (cooling fins) yang dipasangkan di bagian luar silinder (Gambar 1). Pada tempat yang suhunya lebih tinggi yaitu pada ruang bakar diberi sirip pendingin yang lebih panjang daripada sirip pendingin yang terdapat di sekitar silinder yang suhunya lebih  rendah. Gambar 1. Pendinginan Udara Secara Alamiah Pendinginan oleh tekanan udara      Udara yang menyerap panas dari sirip-sirip pendingin harus berbentuk aliran atau udaranya hrus mengalir agar suhu udara di sekitar sirip tetap rendah sehingga penyerapan panas tetap berlangsung sempurna. Hal ini dapat dicapai dengan jalan menggerakkan sirip pendingin atau udaranya. Bila sirip pendingin yang di...

Alat ukur kekasaran permukaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1        Latar Belakang             Seiring dengan di pelajarinya mata kuliah Metrologi Industri pada semester ini. Kami diberi tugas oleh Dosen pengasuh mata kuliah ini untuk membuat makalah tentang mata kuliah Metrologi Industri yang berjudul Alat Ukur Kekasaran Permukaan. Makalah ini dibuat sebagai pemenuhan tugas yang diberikan kepada kami. Makalah ini berisi tentang pengetahuan-pengetahuan yang berkaitan dengan mata kuliah Metrologi Industri khususnya yang berkaitan langsung dengan pengukuran yang bermanfaat dalam dunia kerja. Pada proses pembuatan komponen alat-alat industri ataupun pemesinan yang menggunakan mesin perkakas memiliki tingkat kekasaran yang berbeda-beda. Sedangkan dalam proses assembly suatu alat dibutuhkan tingkat kekasaran yang baik pada beberapa komponen. Seperti pemasangan poros dengan lubang dan lain sebagainya. Kekasaran permukaan sangat ber...