Biomassa Energi
2.1. Klasifikasi
Biomassa
2.1.1. Definisi
Biomassa
“Apa Itu
Biomassa?”, kata “biomassa” terdiri atas
“bio” + “massa”, dan istilah ini mula-mula digunakan dalam bidang ekologi
untuk merujuk pada jumlah hewan dan
tumbuhan. Setelah isu goncangan minyak
terjadi, makna kata itu diperluas
melebihi bidang ekologi dan maknanya kini menjadi “sumber daya biologi sebagai sumber energi”, dikarenakan ada desakan agar sumber energi
alternatif (baru) dipromosikan. Hingga
kini masih belum ada definisi yang spesifik untuk biomassa dan definisinya bisa
berbeda dari satu bidang ke bidang yang lain.
Dari perspektif sumber daya
energi, definisi umumnya adalah
“istilah umum untuk sumber daya hewan
dan tumbuhan serta limbah yang berasal darinya, dimana ia terkumpul dalam jangka waktu
tertentu (tidak termasuk sumber fosil)”.
Seiring dengan itu, biomassa tidak hanya
mencakup berbagai jenis tanaman pertanian, kayu, tumbuhan
perairan, pertanian konvensional yang lain,
kehutanan, sumber daya perikanan tetapi juga mencakup lumpur
pulp, lindi hitam, sisa fermentasi alkohol, dan limbah industry organic lainnya,
sampah kota seperti sampah dapur dan limbah kertas, serta lumpur limbah. Oleh
karena beberapa negara tidak mengklasifikasikan sampah kota sebagai
biomassa, maka ia harus dipertimbangkan
dalam penggunaan data statistik.
2.1.2. Definisi Biomassa (Energi) dari segi Hukum
Salah
satu contoh definisi
biomasa dari segi
hukum ialah situasi negara Jepang sebagaimana dijelaskan sebagai berikut. Pada 25
Januari 2002, Hukum pada Tindakan Khusus untuk Memfasilitasi Penggunaan
Sumber Daya Energi Baru (Hukum Energi Baru) diubah secara parsial dan biomassa
untuk pertama kalinya
dikenal sebagai sumber energi baru di Jepang. Gambar 2.1. menunjukkan
posisi biomassa diantara “energi baru” lainnya.
Biomassa semula dianggap sebagai salah satu jenis sumber daya terbarukan,
tetapi dengan amandemen hokum sekarang ini maka kini dianggap sebagai
satu kategori bebas dari energi baru. Namun, beberapa limbah seperti limbah
kertas, limbah makanan, limbah penghancuran, dan lindi hitam bisa juga dianggap
sebagai sumber daya yang dapat di daur ulang berdasarkan kondisi tertentu dan
ia tidak bisa diklasifisikan secara tegas.
Gambar
2.1.1 Definisi energi biomassa di Jepang.
2.1.3 Karakteristik Biomassa
Menjelang abad ke-19, biomassa dalam bentuk kayu bakar
dan arang merupakan sumber utama energi namun ia telah digantikan oleh batubara
dan minyak pada abad ke-20. Akan tetapi, pada abad ke-21, biomassa telah menunjukkan pertanda ia akan
muncul kembali dikarenakan memiliki karakteristik sebagai berikut: terbarukan,
dapat disimpan dan diganti, melimpah dan ia merupakan netral karbon.
2.1.4 Kategori Biomassa
Tidak
ada cara tertentu untuk mengkategorikan biomassa, karena memiliki definisi yang
berbeda-beda bergantung pada bidangnya, dan kategori dapat berubah berdasarkan
tujuan dan aplikasinya. Secara umum, ada dua cara untuk mengkategorikan biomassa, salah satunya
adalah pengkategorian biologi
berdasarkan jenis biomassa yang tersedia di alam (seperti pengkategorian berdasarkan
ekologi atau jenis
tumbuh-tumbuhan) dan kategori berdasarkan penggunaan
atau aplikasi sebagai sumber daya.
Jenis yang kedua
lebih signifikan untuk
penggunaan energi (sumber daya)
yang lebih efektif.
2.1.5 Contoh
pengkategorian biomassa (dalam
hal penggunaan dan aplikasi)
Contoh
pengkategorian biomassa ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Dalam pengkategorian ini,
biomassa tidak hanya mencakup produk dan sisa konvensional dari pertanian,
kehutanan, dan perikanan
tetapi juga mencakup biomassa
tanaman. Pengkategorian
berdasarkan sumber sangat penting untuk mendisain sistem penggunaan biomassa.
Gambar
2.1.2. Pengkategorian biomassa (berdasarkan penggunaan dan aplikasi).
Kadar air merupakan faktor utama untuk dipertimbangkan
ketika menggunakan biomassa terutama sebagai energi. Hal ini dikarenakan kadar
air didefinisikan secara berbeda untuk setiap bidang, perhatian diperlukan saat membaca petunjuk kadar air.
Dalam bidang energi, kadar air seringkali didefinisikan sebagai.
(kadar air) = (bobot
air) / (bobot total) × 100 [%].................................. (2.1)
(bobot total) = (bobot kering
biomassa) + (bobot air)............................ (2.2)
Menggunakan definisi ini, kadar air tidak pernah
melebihi 100%. Dalam bidang kehutanan dan ekologi, kadar air sering
didefinisikan sebagai berikut:
(kadar air) = (bobot
air) / (bobot biomassa kering) × 100 [%]................ (2.3)
Dengan tujuan keseragaman, buku panduan ini menggunakan Persamaan. (2.1) untuk
mendefinisikan kadar air. Biomassa terdiri atas senyawa makromolekul
alami seperti selulosa, lignin, dan protein. Ada berbagai jenis biomassa dengan
kadar air yang tinggi disebabkan biomassa
berasal dari organisme hidup.
Gambar. 2.1.3 menunjukkan kadar
air untuk berbagai jenis biomassa. Biomassa memiliki rentang kadar air yang
luas mulai dari biomassa jenis kering seperti kayu kering dan sisa kertas
dengan kadar air sebanyak 20% sampai
biomassa dengan kadar air melebihi 95% seperti mikroalga, sisa fermentasi, dan
endapan. Untuk tujuan konversi energi, proses yang dipilih haruslah mampu
mengadaptasikan dengan kadar air tersebut.
Gambar
2.1.3. Hubungan kadar air dan nilai kalor.
2.2. Availibilitas Biomassa
Bumi memiliki pasokan biomassa yang sangat banyak
meliputi daerah yang luas termasuk hutan
dan lautan. Total biomassa di dunia sekitar 1.800 miliar ton di darat dan 4
miliar ton di lautan, termasuk sejumlah yang ada di dalam tanah. Total biomassa
di darat adalah sebanyak 33.000 EJ berbasis energi, yang bersamaan dengan 80 kali atau lebih dari konsumsi energi dunia selama setahun. Akan
tetapi, beberapa bagian biomassa digunakan untuk makanan
oleh makhluk hidup termasuk manusia, serta penggunaan lain selain
makanan untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Oleh karena itu, penting untuk memperkirakan kuantitas sumber daya
biomassa yang dapat digunakan sebagai
sumber energi.
2.2.1 Estimasi potensi limbah biomassa
Sisa biomassa termasuk sisa dan sisa yang dibuang
dari kehidupan seharian kita. Kuantitas produksi ini kini disebut sebagai penghasilan sisa biomassa. Sisa biomassa memiliki ke pelbagaian petunjuk
tidak hanya untuk energi tetapi juga
sebagai bahan pengisi atau baja. Sebaliknya, untuk biomassa yang kini belum
lagi digunakan tetapi bisa diubah ke energi disebut energi potensial biomassa. Di
dalam bagian ini, metode perkiraan kuantitas sumber akan ditampilkan,
menunjukkan sisa biomassa yang dihasilkan dari pertanian, kehutanan dan
industri ternak.
a. Jumlah produksi limbah biomassa
Penting mengetahui produksi limbah biomassa untuk
menaksir stok limbah biomassa saat ini,
namun sulit untuk mengetahui
jumlah produksi limbah biomassa di setiap negara dan kawasan di seluruh
dunia. Oleh karena itu,
produksi limbah biomassa seringkali ditaksir berdasarkan rasio
antara produksi limbah relatif terhadap produksi sumber
daya biomassa.
Contoh parameter untuk estimasi produksi limbah
biomassa disajikan pada Tabel 2.2.1. Perhatikan bahwa
parameter-parameter ini disamaratakan dalam basis global, dan penting untuk mengatur
parameter yang diingginkan untuk masing-masing daerah, dalam
sebuah penelitian yang meliputi area yang terbatas. Gambar 2.2.1. menunjukkan stok limbah biomassa saat ini
yang diperkirakan menggunakan
parameter di atas berdasarkan prosedur berikut:
Jumlah produksi limbah pertanian dan kehutanan
diperkirakan dengan memodifikasi produksi pertanian (2000) dan kehutanan (1999)
dengan menggunakan statistik FAO, dan kemudian dikalikan dengan rasio produksi
limbah. Jumlah produksi limbah peternakan diperkirakan dengan menentukan jumlah
peternakan (2000), serta dengan menggunakan jumlah kotoran yang diproduksi oleh
setiap hewan ternak. Stok biomassa saat
ini diperkirakan berdasarkan produksi
limbah biomassa dikalikan dengan
koefisien konversi energi. Stok limbah biomassa saat ini (nilai tahunan)
diperkirakan sekitar 43 EJ untuk biomassa peternakan, 48 EJ untuk biomassa
pertanian, dan 37 EJ untuk biomassa kehutanan dengan total sekitar 128 EJ.
Sekitar 22 EJ kotoran sapi merupakan sumber daya terbesar dan diikuti dengan sekitar
20 EJ dari limbah kayu.
Tabel 2.2.1.
Parameter yang digunakan
untuk memperkirakan produksi
limbah biomassa dan sejumlah sumber daya
*laju produksi
kotoran, basis ton kering
Gambar
2.2.1. Jumlah residu biomassa di dunia.
b. Potensi energi limbah biomassa
Sebagian stok
limbah biomassa saat
ini telah digunakan untuk
aplikasi lain, sehingga cukup sulit untuk mendapatkan
kembali semua massa secara efisien serta menggunakan kembali sebagai sumber
energi. Sebagai contoh, beberapa jerami digunakan sebagai pakan ternak saat
ini. Hampir mustahil untuk mengumpulkan
kotoran sapi di padang rumput ternak.
Oleh karena itu, ketika stok kuantitas biomassa saat
ini diperkirakan, perlu
untuk mempertimbangkan ketersediaanya, sehingga
potensi energi limbah
biomassa dihitung sebagai bagian dari
sumber energi yang tersedia dari keseluruhan stok saat ini. Rasio
ketersediaan yang diajukan oleh Hall et al. disajikan pada Table. 2.2.2.
Tabel
2.2.2. Jenis biomassa dan rasio ketersediaan energi
[Hall et al., 1993]
Potensi energi
limbah biomassa diperkirakan menggunakan rasio ketersediaan seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 2.2.2. Bagian
terbesar potensi energi limbah biomassa (nilai tahunan) berasal
dari biomassa limbah kehutanan sekitar 22 EJ dari basis di
seluruh dunia. Terutama sisa kayu
menyumbang sebesar 15 EJ, yaitu sekitar dua pertiga dari limbah biomassa kehutanan
setara dengan sekitar 36% dari total sumber daya biomassa. Ada sekitar 15 EJ
limbah biomassa pertanian dari basis di seluruh dunia. Setiap jenis biomassa
yang ada dalam biomassa pertanian berkontribusi rata-rata sekitar 1.5 - 3.5 EJ.
Di sisi lain, biomassa jenis
ternak hanya
menyumbang sekitar
5.4 EJ dari
basis di seluruh
dunia, dimana penyumbang utama
adalah kotoran sapi, yaitu sekitar 2.8 EJ.
Gambar 2.2.2.
Ketersediaan residu biomassa di seluruh dunia.
2.3 Komposisi Biomassa
2.3.1 Tinjauan komposisi biomassa
Ada berbagai
jenis biomassa dan komposisinya juga beragam. Beberapa komponen utama adalah
selulosa, hemiselulosa, lignin,
kanji, dan protein. Pohon
biasanya mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin seperti tanaman herba
meskipun persen komponennya berbeda satu
sama lain. Jenis biomassa yang berbeda memiliki komponen yang
berbeda, misalnya gandum memiliki kadar pati yang tinggi, sedangkan limbah
peternakan memiliki kadar protein yang tinggi. Karena komponen ini memiliki
struktur kimia yang berbeda, maka
reaktivitasnya juga berbeda. Dari segi penggunaan energi, biomassa berlignoselulosa yang terutama
mengandung selulosa dan lignin
seperti pohon berada dalam jumlah yang banyak dan mempunyai potensi yang
tinggi.
2.3.2
Komponen khas biomassa
(a)
Selulosa
Polisakarida
yang tersusun dari D-glukosa yang terhubung secara seragam oleh ikatan ß-glukosida. Rumus molekulnya adalah (C6H12O6)n. Derajat
polimerasinya, ditunjukkan oleh n, dengan nilai kisaran yang
lebar mulai dari beberapa ribu hingga puluhan
ribu. Hidrolisis total selulosa
menghasilkan D-glukosa (sebuah
monosakarida), akan tetapi hidrolisis parsial menghasilkan disakarida
(selobiosa) dan polisakarida yang memiliki
n berurutan dari 3 ke 10.Selulosa
memiliki struktur kristal dan memiliki resistensi yang tinggi terhadap asam dan
basa. Gambar. 2.3.1 menunjukkan rumus
struktur selulosa.
(b)
Hemiselulosa
Polisakarida
dimana unit-unitnya adalah terdiri atas
monosakarida dengan 5 karbon seperti D-xilosa, D-arabinosa dan monosakarida karbon-6
seperti D-manosa, D-galaktosa dan D-glukosa. Jumlah monosakarida karbon-5 lebih
banyak dibandingkan monosakarida karbon-6 dan rumus molekul rata-ratanya adalah
(C5H8O4)n. Karena derajat polimerisasi (n) hemiselulosa adalah antara 50 sampai
200, yaitu lebih kecil dari selulosa, maka ia lebih
mudah terurai dibandingkan
selulosa, dan kebanykan hemiselulosa dapat larut dalam larutan
alkali. Hemiselulosa yang umum adalah xilan,
yang terdiri atas xilosa dengan ikatan 1, 4.
Gambar 2.3.1c menunjukkan rumus struktur xilan. Hemiselulosa yang lain adalah
glukomanan, tetapi semua hemiselulosa
beragam jumlahnya bergantung pada jenis pohon dan juga bagian tumbuhan itu
sendiri.
(c)
Lignin
Merupakan
senyawa dimana unit komponennya,
fenilpropana dan turunannya, terikat secara 3 dimensi. Strukturnya kompleks dan sejauh ini belum sepenuhnya
dipahami. Gambar 2.3.1d
menunjukkan unit komponennya. Struktur 3 dimensi yang kompleks ini menyebabkan
ia sulit untuk diuraikan oleh mikroorganisme dan bahan-bahan kimia. Berdasarkan
pengamatan ini,
maka dapat disimpulkan bahwa lignin
memberikan kekuatan mekanis dan juga perlindungan untuk tumbuhan itu sendiri.
Selulosa, hemiselulosa dan lignin dapat ditemukan secara universal dalam
berbagai jenis biomassa dan merupakan sumber daya karbon alami yang paling
berlimpah di bumi.
(d)
Pati
Seperti selulosa,
pati merupakan polisakarida dimana
unit komponennya adalah
D- glukosa, tapi ia dihubungkan
oleh ikatan a-glikosida. Karena perbedaan dalam struktur ikatan,
maka selulosa tidak larut dalam air sedangkan sebagian pati (lihat
Gambar. 2.3 .1-b) dapat larut dalam air
panas (amilosa, dengan bobot molekul antara 10.000 sampai 50.000, mencakup
hampir 10% -20%
dari pati) dan
sebagian lagi tidak dapat larut
(amilopektin, dengan bobot molekul
antara 50.000 sampai 100.000,
mencakup hampir 80% - 90% dari pati). Pati ditemukan di dalam biji, umbi (akar) dan batang, dan mempunyai
nilai yang tinggi sebagai makanan.
(e)
Protein
Protein
merupakan senyawa makromolekul dimana asam
amino dipolimerisasi dengan derajat yang tinggi. Sifat-sifatnya berbeda bergantung pada jenis dan rasio komponen asam amino dan derajat polimerisasi itu sendiri.
Protein bukan merupakan komponen utama biomassa dan hanya meliputi proporsi
yang lebih rendah jika dibandingkan dengan 3 komponen yang sebelumnya.
(f)
Komponen-komponen lain (organik dan anorganik)
Jumlah komponen
organik yang lain berbeda bergantung pada jenis biomassa, tetapi ada juga
komponen organik dengan jumlah yang tinggi seperti gliserida (contohnya
minyak rapeseed, minyak sawit dan minyak
sayur lainnya) dan sukrosa di dalam tebu
dan gula bit. Contoh yang lain adalah alkaloid, pig men, terpena dan bahan berlilin.
Meskipun komponen ini ditemukan dalam jumlah yang sedikit, namun memiliki nilai
tambah yang tinggi sebagai ramuan obat. Biomassa tidak hanya terdiri atas
senyawa organik makromolekul tetapi juga mengandung bahan anorganik (abu) dalam
jumlah yang sangat kecil. Unsur logam primer termasuk Ca, K, P, Mg, Si, Al, Fe dan Na. Bahan dan jumlahnya
berbeda bergantung pada jenis bahan baku.
Gambar 2.3.1. Struktur kimia komponen
utama biomassa.
2.3.3
Analisis komponen biomassa
Tabel 2.3.1
menunjukkan komposisi untuk jenis biomassa
yang utama. Meskipun ada pengecualian,
namun secara umum, komponen utama biomassa daratan dari urutan tertinggi ke terendah
adalah selulosa, hemiselulosa, lignin dan protein. Biomassa lautan memiliki
komposisi yang berbeda. Tabel 2.3.1
menunjukkan biomassa tumbuhan sedangkan Tabel 2.3.2 menunjukkan komposisi
endapan dan biomassa limbah lainnya dengan kadar
air yang tinggi. Tabel 2 .3.1 dan
2.3.2 menggunakan klasifikasi komposisi yang berbeda. Selulosa dan lignin di dalam
Tabel 2.3.1 diwakili oleh serat dalam Tabel 2 .3.2 sedangkan hemiselulosa di
dalam Tabel 2.3.1 termasuk karbohidrat dalam Tabel 2.3. 2.
Tabel 2.3.1. Analisis kimia dari
biomassa perwakilan (Bagian 1) (%bobot)
*Total tidak harus 100 dikarenakan setiap
komponen diukur dengan metode yang berbeda
Tabel 2.3.2. Analisis kimia
biomassa representative (Bagian 2:
biomassa limbah dengan kadar air tinggi). (%bobot)
a) Berbasis bobot kering
b) Berbasis kadar organic
2.4.
Kandungan energi biomassa
2.4.1.
Indikator kandungan energi biomassa
Untuk menentukan
sistem energi biomassa, kandungan energi
setiap jenis bahan baku biomassa harus
ditentukan terlebih dahulu. Nilai kalor
seringkali digunakan sebagai indicator kandungan energi yang dimiliki oleh
biomassa. Nilai kalor adalah jumlah panas yang dihasilkan saat bahan menjalani
pembakaran sempurna atau dikenal sebagai kalor pembakaran. Nilai kalor ditentukan
melalui rasio komponen dan jenisnyaserta rasio unsur di dalam biomassa itu
sendiri (terutama kadar karbon).
(a)
Nilai kalor tertinggi dan terendah
Biomassa terdiri
atas bahan organik seperti
karbon, hidrogen, dan
oksigen dan saat dibakar
secara sempurna, ia
akan menghasilkan air
dan karbon dioksida. Air dan
uap air yang dihasilkan mengandung
kalor laten yang terbebas
saat kondensasi. Nilai
kalor yang meliputi kalor laten disebut sebagai nilai kalor tinggi/high heating value
(HHV), sedangkan untuk
nilai kalor dimana kalor
laten tidak termasuk dalam
sistem tersebut disebut
sebagai nilai kalor rendah/low heating value (LHV).
(b)
Kalor yang tersedia
Nilai kalor Q0
adalah jumlah kalor yang dihasilkan dari pembakaran sempurna per unit bahan
dibawah kondisi standar. Biomassa
sebenarnya mengandung lebih banyak air dan abu, yang harus dipertimbangkan
ketika energi diproduksi. Penilaian
hanya berdasarkan nilai kalor rendah adalah tidak cukup sebagai indikator untuk
menentukan apakah biomassa dalam kondisi alami akan dapat mempertahankan
pembakaran atau tidak. Energi yang
diperlukan untuk meningkatkan udara sekitar, suhu yang diperlukan untuk
mempertahankan pembakaran, dan juga energi endotermik abu harus juga
diperhitungkan. Jumlah kalor yang diperlukan atau disebut sebagai kalor
tersedia dihitung berdasarkan persamaan di bawah: Kalor tersedia Q = Q0 (1-w) -
1000w – [absorpsi kalor terbuang] – [absorpsi kalor abu] (w: kadar air) Gambar
2.1.3. menggunakan nilai yang dihitung untuk kalor tersedia Q pada 900ºC. nilai
positif (+) untuk kalor tersedia Q merupakan kondisi untuk pembakaran yang
terjadi.
2.4.2.
Nilai kalor berbagai jenis biomassa
Tabel 2.4.1
menunjukkan data untuk kadar air, kadar bahan organik, kadar abu, dan nilai kalor
dari berbagai jenis biomassa representatif.
Tabel 2.4.1 Analisis khusus dan
nilai kalor dari biomassa, batu bara, dan gambut representative
*kadar air
ditentukan dari kehilangan
bobot setelah pengeringan
pada suhu 105ºC
di bawah tekanan atmosfer.
**kadar abu ditentukan dari bobot
residu (oksida logam) setelah pemanasan pada suhu 800ºC
Kadar air
sangat berbeda dan
bergantung pada jenis
biomassa itu sendiri.
Misalnya, persentase kadar air untuk kertas adalah 3% sedangkan lumpur
adalah 98%. Untuk kebanyakan jenis biomassa, jika kadar airnya melebihi dua
pertiga maka kalor tersedianya adalah negatif (-). Oleh karena itu, meskipun
nilai kalor biomassa itu sendiri adalah tinggi, jika ia memiliki kadar air yang tinggi dalam kondisi alaminya, maka
tidak sesuai untuk pembakaran. Contohnya, eceng gondok dan lumpur limbah
memiliki nilai kalor yang tinggi saat dikeringkan, tetapi kadar airnya 95% saat
sampling, maka sebenarnya bahan ini tidak sesuai untuk pembakaran.
Bahan organik
total diperoleh dengan cara mengurangi kadar abu dari bahan kering total.
Karena nilai abu sebagai energi adalah nol, maka jumlah bahan organik yang
tinggi berarti nilai kalornya pun lebih tinggi. Nilai kalor yang tinggi
diperlukan sebagai sumber energi. Selain itu, bahan organik
memiliki nilai kalor yang
berbeda bergantung pada
jenis dan rasio
unsur penyusunnya (Lihat 2.3 Komposisi Biomassa). Tabel 2.4.2
menunjukkan hasil analisis unsur dan nilai kalor untuk
beberapa jenis biomassa representatif
dan bahan bakar organik yang
lain. Karena biomassa mengandung oksigen yang banyak serta karbon dan
hidrogen yang sedikit jika dibandingkan
batu bara dan minyak bumi, maka biomassa memiliki nilai kalor per unit bobot lebih rendah dibandingakan dengan batu
bara dan minyak bumi. Biomassa jenis kayu dan herba memiliki kadar karbon
45-50% dan kadar hidrogen 5%
-6%, memberikan rasio
molar H: C sekitar 2 dengan nilai variasi yang kecil.
Hal ini karena rasio ini dipengaruhi oleh komposisinya, dimana komponen utamanya
adalah selulosa dan lignin.
Tabel 2.4.2. Komposisi unsur khas
dan nilai kalor dari berbagai jenis
biomass, batu bara, dan gambut.
Sehubungan dengan kadar air dan
sifat lainnya, hasil analisis unsur seluruhnya diperoleh dalam kondisi kering.
2.4.3.
Estimasi nilai kalor berdasarkan perhitungan
Nilai kalor untuk setiap jenis biomassa disajikan dalam Tabel 2.4.1 dan 2.4.2. Nilai
pemanasan bisa juga diestimasi melalui perhitungan dengan menggunakan
informasi seperti nilai-nilai yang diperoleh dari analisis unsur bahan.
Beberapa persamaan telah diausulkan, salah satunya disajikan disini.
Nilai kalor
tinggi (HHV) [MJ/kering-kg] = 0.4571 (Standar kering %C) – 2.70
Tabel 2.4.3.
membandingkan nilai kalor yang dihitung
dengan persamaan ini dan nilai kalor yang diperoleh dengan
pengukuran. Pengecualian untuk lumpur, biosolid,
hasilnya tepat mendekati.
Tabel 2.4.3. Perbandingan nilai
kalor biomassa hasil pengukuran dan perhitungan
Komentar
Posting Komentar