MANAJEMEN
ENERGI
PERANCANGAN
SUATU KAWASAN YANG MANDIRI ENERGI (PEMANFAATAN LIMBAH CAIR KELAPA SAWIT)
Oleh:
RAYBIAN
NUR
NIM: 146060200111003
PROGRAM MAGISTER TEKNIK MESIN
MINAT TEKNIK KONVERSI ENERGI
JURUSAN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia
merupakan negara pengekspor CPO (crude
palm oil) terbesar di dunia, dengan memproduksi CPO sekitar 17 juta pada
tahun 2009, dengan produksi CPO sebesar ini, dapat di prediksi bahwa
pabrik-pabrik kelapa sawit (PKS) di Indonesia mempunyai potensi limbah padat
maupun cair hasil dari proses pengolahan CPO dalam jumlah yang sangat besar.
Di
pabrik-pabrik kelapa sawit (PKS) sampai saat ini pemanfaatan limbah kelapa
sawit terbatas hanya pada pemanfaatan fiber/serabut dan cangkang saja yang
merupakan limbah padat kelapa sawit. Pemanfaatan limbah padat tersebut dimanfaatkan
sebagai bahan baku kompos dan bahan bakar pembangkit listrik. Akan tetapi
pemanfaatan potensi limbah cair kelapa sawit belum dilaksanakan secara optimal.
Limbah cair kelapa sawit berikut yaitu berupa gas metana. Gas metana adalah gas
yang dihasilkan dari perombakan anaerobik senyawa-senyawa organik. Secara alami
gas ini dihasilkan pada kolam-kolam pengolahan limbah cair PKS. Limbah cair
yang ditampung di dalam kolam-kolam terbuka akan mengasilkan gas metana (CH4)
dan karbon dioksida (CO2). Kedua gas ini merupakan emisi gas
penyebab efek rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan. Selama ini kedua gas
tersebut dibiarkan saja menguap ke udara. Seperti diketahui gas metana ini
mempunyai kandungan kalori yang cukup untuk dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
Dalam laporan ini membahas
pemanfaatan potensi gas metana yang dihasilkan di kolam air limbah PKS dalam
perancangan suatu kawasan yang mandiri energi PT. Buana Karya Bhakti di
Kalimantan Selatan. Pemanfaatan limbah cair kelapa sawit merupakan salah satu
cara untuk memproduksi energi terbaharukan. Selain menghasilkan biogas,
keuntungan lainnya mengelola limbah untuk tidak mencemari lingkungan.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,
perumusan masalah yang akan dibahas dalam laporan ini adalah bagaimana perancangan
suatu kawasan yang mandiri energi.
1.3 Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah, maka
tujuan dibuatnya laporan ini adalah membuat perancangan suatu kawasan yang
mandiri energi.
1.4 Manfaat
Manfaat
dari penelitian ini adalah dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan tentang
pengolahan limbah cair kelapa sawit menjadi biogas dan diharapkan juga
memberikan masukan kepada masyarakat agar mengurangi hal-hal yang menghasilkan
limbah tersebut sehingga pencemaran lingkungan dapat dikurangi.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1 Ringkasan Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
PT. Buana Karya Bhakti atau
disingkat PT. BKB merupakan perusahaan yang bergerak dibidang perkebunan kelapa
sawit dan pengolahan buah kelapa sawit menjadi minyak kelapa sawit (CPO).
Perusahaan berlokasi di kecamatan Satui, kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan
dan berkantor pusat di Jl. KP Tendean 158 Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
Gambar 2.1 Perkebunan kelapa sawit
milik PT. Buna Karya Bhakti
PT.
Buana Karya Bhakti didirikan di Banjarmasin pada tanggal 9 September 1995
berdasarkan akta pendirian perusahaan nomor 1 yang dibuat oleh notaris Linda
Kenari, SH. Pada tanggal 23 Agustus 1996 PT. BKB mendapatkan izin usaha (PPUP)
dari Dirjenbun No.HK.350/E 5.638/08.96. Dan kemudian pada tanggal 17 Maret 1997
PT. Buana Karya Bhakti mendapatkan surat izin usaha perdagangan (SIUP) dengan
nomor 021/16-10/PB-3/1997.
PT. Buana Karya Bhakti adalah anak
perusahaan dari PT. Gagah Putera Satria (GPS Group). Luas areal kebun PT. Buana
Karya Bhakti seluas 9603,32 Ha yang terbagi dalam 3 lokasi, yaitu kebun inti
seluas 3391,90 Ha dengan 6 Afdeling, kebun plasma 1 seluas 2952,09 Ha dengan 4
Afdeling dan kebun plasma 2 seluas 3259,33 dengan 5 Afdeling. Untuk memenuhi supply material, PT. Buana Karya Bhakti
terus melakukan perluasan areal kebun melalui anak perusahaan PT. Fass Forest Development (FFD) dengan
luasan 4459,84 yang terbagi dalam 2 lokasi yaitu kebun inti seluas 3219 Ha
dengan 3 Afdeling dan kebun plasma seluas 1240,84 Ha dengan 2 Afdeling.
Gambar 2.2 Kantor PT. Buana Karya
Bhakti
Pada tahun 2005, PT. Buana Karya Bhakti
memperluas unit usahanya dengan mendirikan pabrik kelapa sawit yang berlokasi
di tengah-tengah kebun inti. Pabrik kelapa sawit ini efektif beroperasi pada
tanggal 1 April 2005 dengan kapasitas 30 ton TBS/jam. Pada tahun 2008,
kapasitas produksi tersebut diperluas menjadi 90 TBS/jam, yang dibagi menjadi
dua line produksi. Supply TBS untuk memenuhi kebutuhan pabrik berasal dari
kebun inti dan kebun plasma, serta dari kebun-kebun kelapa sawit disekitar yang
belum memiliki pabrik kelapa sawit, diantaranya: PT. JA Wattie, PT. Indoraya
Everlatex, PT. Candi Arta dan PT. Singaland Asetama.
Gambar 2.3 Pabrik PT. Buana Karya
Bhakti
Jumlah
karyawan PT. Buana Karya Bhakti secara keseluruhan hingga Agustus 2011
berjumlah 1192 orang, yang terdiri dari 4 orang di kantor Jakarta, 58 orang di
kator Banjarmasin, 230 orang di kebun inti, 408 orang di kebun plasma 1, 284
orang di kebun plasma 2, 60 orang di bagian Teknik, 114 orang di PKS dan 42
orang di kebun FFD. Status karyawan terbagi menjadi 6 kelompok yaitu harian,
honorer, SKU umum, SKU panen, karyawan kontrak dan bulanan. Pihak perusahaan
menyediakan berbagai fasilitas kesejahteraan karyawan yakni mess karyawan,
koperasi karyawan, poliklinik dan Program Jaminan Kesehatan Karyawan, tempat
ibadah, sarana olahraga serta fasilitas pelatihan. PT. Buana Karya Bhakti telah
menetapkan kebijakan mutu dan membentuk organisasi perusahaan yang menangani
Sistem Managemen Mutu, serta bertekad untuk mencapai sasaran perusahaan yang
telah ditetapkan dan memenuhi kepuasan pelanggan.
2.2 Kondisi kolam limbah di PKS pada umumnya
Limbah cair yang dihasilkan dari
pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (PKS) dapat memberikan negatif bagi
lingkungan karena memiliki kandungan BOD (biochemical
oxygen demand) dan COD (chemical
oxygen demand) yang sangat tinggi. Untuk itu sebelum dialirkan ke lahan
perkebunan, BOD dan COD dari limbah cair tersebut harus diturunkan. Proses
penurunan tingkat COD/BOD ini dilakukan melalui proses pembusukan yang memakan
waktu sekitar 20 – 25 hari di tiap kolam. Biasanya ada 4 sampai 6 lebih kolam
pengolahan.
Gambar 2.4 kolam limbah cair kelapa
sawit
Air
limbah hasil proses CPO setelah keluar dari proses pabrik dialirkan ke cooling pond/cooling tower untuk mendinginan suhu air limbah. Suhu air limbah
berkisar di atas 70oC. Setelah itu air limbah dialirkan ke kolam
anaerobik secara paralel maupun seri. Di beberapa PKS, terdapat kolam (deoiling pond) atau tanki (deoiling tank) yang digunakan untuk
mengambil minyak kotor untuk didaur ulang.
Air
limbah dari kolam pengolahan selain dibuang langsung ke sungai, di beberapa PKS
digunakan untuk pupuk tanaman atau land
application (aplikasi lahan), dengan cara air limbah dipompa ke lahan
perkebunan yang berjarak lebih dari 3 Km. Sesuai dengan aturan
KEPMENLH/28/2003, nilai BOD limbah cair untuk aplikasi lahan tidak lebih dari
5000 mg/ltr. Dengan nilai BOD ini, limbah cair dianggap masih mempunyai nutrisi
yang cukup sebagai pupuk cair. Sedangkan untuk pembuangan air limbah ke sungai
sesuai KEPMENLH/28/2003 BOD harus dibawah 150 mg/ltr.
Kolam
limbah mempunyai luas rata-rata 50 m2 lebih dan kedalaman lebih dari
5 m. Pendangkalan kolam ini terjadi terlalu cepat, karena pembersihan
lumpur/sekam tidak secara periodik dilakukan oleh PKS. Pada kolam ini limbah
diproses secara anaerobik dan aerobik dalam jangka waktu 25 – 30 hari. Secara
periodik untuk pengamatan kedalaman kolam, sekam atau lumpur di dalam kolam
diambil secara berkala. Sekam ini dapat dimanfaatkan untuk pupuk. Karena
kendala biaya biasanya sekam hanya ditumpuk begitu saja di pinggir kolam.
Pengaliran
air limbah di kola air air limbah dilakukan secara seri maupun secara paralel
ke tiap kolam secara berurutan. Di beberapa PKS dilakukan sirkulasi air limbah
dengan tujuan menurunkan suhu kolam agar sesuai untuk suhu lingkungan bakteri
pembusuk. Selain itu bertujuan juga untuk menambah kuantitas bakteri dari kolam
anaerobik. Umumnya untuk sirkulasi air limbah digunakan 2 unit pompa dengan
kapasitas 30 – 40 m3/jam.
Secara kasat mata, dari permukaan
kolam pengolahan limbah nampak gelembung-gelembung yang timbul diakibatkan
adanya gas metana. Gas metana ini bisa terbakar jika terkumpul dalam jumlah
yang banyak di atas permukaan.
2.3 Pemanfaatan limbah sebagai sumberdaya energi
Pemanfaatan
gas metana sebagai energi pada dasarnya belum banyak diimplementasikan. Selain
kendala investasi juga kendala teknologi yang menjadi kendala umum.
Gas metana yang berasal dari kolam
dapat diinjeksikan kedalam biogas engine
atau kedalam boiler sebagai bahan bakar pengganti dari fiber maupun cangkang.
Pemanfaatan gas metana dari kolam limbah di PKS belum banyak dilakukan di
Indonesia, tetapi sudah banyak diimplementasikan di Malaysia, sebagai proyek
CDM.
2.4 Pengurangan emisi gas rumah kaca
Pemanfaatan
gas metana di kolam limbah baik itu sebagai energi atau pun dibakar saja, dapat
dimasukkan sebagai usaha untuk mengurangi efek GRK. Pengurangan emisi terjadi ketika gas metana
dibakar dan diubah menjadi karbondioksida, CO2, gas CO2,
termasuk GRK, akan tetapi mempunyai daya rusak 1/21 lebih kecil dari CH4,
sehingga konversi CH4 ke CO2 merupakan pengurangan dampak
emisi.
Teknologi
penangkapan gas metana dari kolam limbah PKS untuk dimanfaatkan sebagai energi
maupun dibakar saja secara teoritis bukan merupakan hal baru, teknologi
tersebut tidak banyak diimplementasikan karena membutuhkan biaya yang besar dan
dapat menjadi beban yang besar bagi perusahaan. Di indonesia sudah ada beberapa
perusahaan swasta yang melaksanakan proyek CDM, salah satunya di kalimantan
selatan.
Dengan
adanya mekanisme CDM yang memberikan insentif terhadap proyek-proyek yang
mengurangi emisi gas kaca (GRK), aplikasi teknologi ini mulai dikembangkan.
Gambar
2.5 menunjukan contoh instalasi penagkapan gas metana untuk pembakaran.
Instalasi penangkapan gas metana tampak di latar belakang. Bahan penangkap gas
metana biasanya adalah HDPE (high density
poly ethilene) yang merupakan bahan kedap udara. Pembakaran gas metana ini
biasanya diimplementasikan di proyek CDM yang bertujuan merubah emisi GRK, gas
metana menjadi gas karbondioksida.
Gambar
2.5 Instalasi flaring gas metana di PKS
Jika gas metana cukup besar,
pemanfaatannya sebagai sumberdaya energi menjadi sangat berpotensi. Pemanfaatan
sebagai sumber daya energi selain dibutuhkan mesin pembangkit, tetap dibutuhkan
instalasi pembakar/flaring gas metana, seperti gambar di atas. Hal ini
dikarenakan jumlah gas metana yang dihasilkan tidak stabil, selalu fluktuatif,
sisa dari gas metana yang tidak digunakan sebagai bahan bakar di instalasi
pembangkit dibakar di instalasi flaring system.
2.5 Pengukuran volume air limbah
Limbah
cair yang dihasilkan dari proses CPO, biasanya dihitung berdasarkan rasio
antara volume air limbah (palm oil mile
efficient POME) terhadap tandan buah kosong (TBK) kelapa sawit. Besaran
rasionya antara 0,55 m3/ton TBS sampai 0,65 m3/ton TBS.
Nilai
rasio ini biasanya dipakai begitu saja tanpa ada konfirmasi ulang dari pihak
PKS, karena usaha perhitungan ulang nilai rasio tersebut belum menjadi suatu
parameter yang penting bagi pihak manajemen dalam meningkatkan optimalisasi
pabrik.
Pada
laporan ini pengukuran debit air dilakukan dengan digital flowmeter. Gambar 2.6 menunjukan probe flowmeter yang digunakan untuk pengukuran debit air limbah.
Pengukuran volume limbah diletakkan pada inlet
air kolam anaerobik pertama dimana air limbah merupakan gabungan debit air
sirkulasi dengan debit air limbah.
Gambar 2.6 Pengukuran debit air
limbah dengan digital flowmeter (sebelah kanan bawah) dan display alat ukur
(sebelah kanan atas)
Debit
air sirkulasi, TD didapat dari perkalian kapasitas pompa (2 unit × 30 ton jam)
dalam 1 tahun (8760 jam), dengan asumsi kapasitas faktor pompa 97%. Nilai
koreksi faktor untuk ketidakpastian efisiensi pompa adalah 0,7. Debit air
limbah didapat dari nilai rasio POME/TBS.
2.6 Pengukuran kualitas air
Gambar 2.7 Pengambilan sample air
limbah untuk pengukuran COD
Pengukuran
kualitas air digunakan parameter COD. Dari selisih nilai COD air limbah yang
sudah diproses dan telah diproses dapat dihitung jumlah gas metana yang
dihasilkan dari air limbah. Pengambilan sample air untuk pengukuran COD
dilakukan 10 hari berturut-turut. Sample diambil di tiap-tiap inlet dan outlet
kolam anaerobik. Sample dimasukkan ke dalam botol plastik, kemudian dimasukkan
ke dalam cooler box dan di bawa ke
laboratorium untuk di uji.
Gambar 2.8 Lay out kolam limbah PKS
PT. BKB
Gambar
diatas menunjukkan sistem aliran air di PKS PT. BKB, dimana dari cooling pond air dialirkan secara
paralel dan dari kolam akhir air disirkulasikan ke kolam anaerobik 1 dan 2.
Pengambilan COD dilaksanakan di inlet
dan outlet masing-masing kolam anaerobik
1 dan 2
2.7 Potensi gas metana
Potensi gas metana atau baseline
emission dari proyek penangkapan gas metana pada sistem pengolahan limbah air
dapat ditunjukkan dengan persamaan pada AMS-III.H (approved methodology) (version 3): “Methane recovery in waste treatment”
2.7.1 Jumlah gas metana
Perhitungan potensi gas metana
ditentukan melalui metodologi UNFCCC. Nilai parameter untuk COD, didapat dari
hasil rata-rata nilai COD dari pengukuran selama 10 hari berturut-turut.
BEy (t-CO2-e/yr)
= {BEpower.y + BEww.treatment.y + BEs.treatment.y
+ BEww.discharge.y + BEs.final.y}...................................................................................................(1)
Dimana:
BEy :
emisi baseline pada tahun y (t-CO2)
BEpower.y :
emisi baseline dari listrik atau kebutuhan bahan bakar
pada tahun y (t-CO2)
BEww.treatment.y : emisi baselinedari pengolahan
limbah cair (t-CO2)
BEs.treatment.y : emisi baseline dari pengolahan
sludge/lumpur (t-CO2)
BEww.discharge.y : emisi baseline dari pembusukkan
karbon organik dari
hasil pengolahan limbah cair yang dibuang
ke sungai/laut (t-CO2)
BEs.final.y :
emisi baseline dari pembusukkan organik lumpur
(t-CO2)
Pada
proyek ini, listrik yang dipakai untuk menjalankan proses pengolahan limbah
cair menggunakan bahan bakar biomassa (serabut dan cangkang) yang diambil dari
limbah pembuatan CPO di pabrik, sehingga energi listrik yang dihasilkan tidak
menghasilkan emisi, maka BEpower.y = 0
Pengolahan
sludge/lumpur pada proyek ini tidak megalami perubahan dengan adanya proyek
ini, dimana lumpur diambil dari kolam anaerobik secara berkala untuk menjaga
kualitas air yang dikeluarkan keareal perkebunan, sehingga dalam proyek ini BEs.treatment.y = 0
Dalam proyek ini, limbah air yang
keluar dari kolam anaerobik diolah dengan baik di kolam aerobik, maka BEww.discharge.y = 0. Dan
karena lumpur digunakan sebagai pupuk/soil
application, maka BEs.final.y
= 0. Dengan kondisi proyek seperti itu,
maka persamaan baseline dalam
kegiatan proyek ini menjadi:
BEy
= BEww.discharge.y
= ∑Qww.i.y × CODremoved.i.y × MCFww.treatment.BL.i × Bo.ww
× UFBL ×
GWPCH4.......................................................................................(2)
Dimana:
Qww.i.y :
Jumlah limbah air (t/m3).
CODremoved.i.y :
Nilai COD yang terambil/terolah.
MCFww.treatment.BL.i :
koreksi faktor gas metana untuk baseline limbah
air 0,8 (kolam anaerobik dalam)
Bo.ww :
kapasitas produksi gas metana pada limbah air
0,21 kg (CH4/kg
COD)
UFBL :
faktor koreksi model untuk perhitungan
ketidakpastian mode 0,94
GWPCH4 :
potensi emisi gas metana pada sistem pengolahan
limbah
air yang dilengkapi sistem penangkap
gas bio
2.7.2 Emisi proyek
Emisi
proyek yang dihasilkan dari kegiatan proyek ini dihitung berdasarkan metodologi
pada AMS-III.H, dengan persamaan sebagai berikut:
PEy
= PEpower.y +
PEww.treatment.y + PEs.treatment.y + PEww.discharge.y + PEs.final.y +
PEfugitive.y
+ PEbiomass.y + PEflaring.y.....................................................(3)
Dimana:
PEy :
Emisi proyek pada tahun y (t-CO2)
PEpower.y :
Emisi proyek dari listrik atau kebutuhan bahan bakar
pada tahun y (t-CO2)
PEww.treatment.y : Emisi gas metana dari sistem
pengolahan limbah air
yang diakibatkan
kegiatan proyek dan tidak dipasang
penangkap gas, pada tahun y (t-CO2)
PEs.treatment.y : Emisi gas metana dari sistem
pengolahan lumpur yang
diakibatkan
kegiatan proyek dan tidak dipasang penangkap gas, pada tahun y (t-CO2)
PEww.discharge.y : Emisi proyek dari pembusukkan
karbon organik dari
hasil pengolahan limbah cair pada tahun y (t-CO2)
PEs.final.y :
Emisi proyek dari pembusukkan anaerobik dari hasil
akhir lumpur pada tahun y (t-CO2)
PEfugitive.y :
Emisi proyek dari biogas yang terlepas dari sistem
penangkapan pada tahun y (t-CO2)
PEbiomass.y :
Emisi gas metana dari penyimpanan biomassa pada
kondisi anaerobik (t-CO2)
PEflaring.y :
Emisi gas metana dari ketidaksempurnaan pembakaran
pada tahun y (t-CO2)
PEpower.y terdiri dari
emisi proyek yang berasal dari kebutuhan listrik dan konsumsi bahan bakar
fosil, seperti ditunjukkan dalam AMS-III.H versi 13. Untuk emisi GRK dari konsumsi listrik
ditentukkan dalam AMS-I.D versi 15, dan emisi GRK dari konsumsi bahan bakar fosil
ditentukkan dengan emisi faktor dari bahan bakar fosil.
Pada
proyek ini akan dikonsumsi listrik dan kosumsi bahan bakar fosil. Emisi GRK
dari kedua konsumsi tersebut dihitung seperti di bawah ini.
PEpower.y
= PEelectricity.PJ.y
+ PEfossilfuel.PJ.y......................................................(4)
Dimana:
PEelectricity.PJ.y:
Emisi CO2 dari konsumsi listrik dari aktivitas proyek pada
tahun
y (tCO2e/thn)
PEfossilfuel.PJ.y:
Emisi CO2 dari konsumsi bahan bakar dari aktivitas proyek
pada
tahun y (tCO2e/thn)
[PEelectricity.PJ.y]
PEelectricity.PJ.y =
ECPJ.y * EFelectricity.CO2........................................................(5)
Dimana:
ECPJ.y :
Jumlah konsumsi listrik pada aktivitas proyek
tahun y (kWh/thn)
EFelectricity.CO2 :
Emisi faktor CO2 pada proyek (tCO2e/kWh)
Pada
proyek ini tidak terkoneksi dengan jaringan listrik PLN dan listrik yang
dihasilkan berasal dari pembangkit bahan bakar biomassa dan mesin diesel. Saat
pembangkit biomassa tidak beroperasi. Kedua jenis pembangkit tersebut milik
PKS. Emisi faktor CO2 berdasarkan AMS.III.H versi 13 dan AMS.I.D
versi 15 adalah sebagai berikut:
EFelectricity.CO2 = EGbiomass.y + EFelectricity.CO2.biomass
+ EGfossil.y +
EFelectricity.CO2.fossil...............................................................(6)
Dimana:
EFelectricity.CO2 :
Emisi faktor CO2 di lokasi proyek (tCO2e/kWh)
EGbiomass.y :
Jumlah listrik yang dibangkitkan oleh pembangkit
biomassa pada tahun y (kWh/thn)
EFelectricity.CO2.biomass :
Emisi factor CO2 dari pembangkit biomassa pada
tahun y (kgCO2e/kWh). Menurut AMS.III.H versi
13, nilainnya adalah 0
EGfossil.y :
Jumlah listrik yang dibangkitkan oleh pembangkit
bahan bakar fossil pada tahun y (kWh/thn)
EFelectricity.CO2.fossil :
Emisi faktor CO2 dari pembangkit biomassa pada
tahun y (kgCO2e/kWh). Berdasarkan AMS.I.D
versi
15, nilainya adalah 0,8 jika kapasitas
>
200 kW
Pada
proyek ini EFCO2
sangat kecil karena listrik yang dikonsumsi sebagian besar dibangkitkan oleh
pembangkit bahan bakar biomassa. Jumlah listrik pada tahun 2008 adalah sebagai
berikut, 4.278.013 kWh/thn dibangkitkan oleh pembangkit bahan bakar biomassa
dan 10.550 kWh/thn oleh pembangkit bahan bakar fosil (diesel). Sehingga EF
dapat dihitung menggunakan persamaan (6).
Total
jumlah listrik yang dibutuhkan dalam proyek ini, ECPJ.y adalah 68
MWh/thn, dengan rincian sebagai berikut:
·
Pompa
penyalur
1,5
kW/unit × 2 unit/kolam × 2 kolam = 6,0 kW
·
Pompa
pengaduk
0,4
kW/unit × 2 unit/kolam × 2 kolam = 1,6 kW
·
Cerobong
untuk flairing system
0,2
kW × 1 unit/site = 0,2 kW
Total
konsumsi listrik adalah (6,0 + 1,6 + 0,2) kW × 24 hours × 365 days = 68,328
kWh/thn. Emisi CO2 dari konsumsi listrik pada proyek PEelectricity.PJ.y
adalah sangat kecil, yaitu:
PEelectricity.PJ.y = ECPJ.y × EFelectricity.CO2
=
68,328 × 0,002
=
0,13 (tCO2e/thn)
Karena jumlah emisi CO2 pada
konsumsi listri di proyek ini sangat kecil dibanding total emisi CO2 yang
dikeluarkan oleh proyek, maka dapat diabaikan (PEpower.y
= 0).
PEfossilfuel.PJ.y adalah emisi GRK yang berasal
dari pembakaran ELPIJI untuk mendukung pembakaran gas pada system flaring.
Perhitungannya ditunjukkan pada persamaan dibawah ini.
PEfossilfuel.PJ.y = FCLPG.y × EFLPG.combust × HVLPG.........................................(7)
Dimana:
PEfossilfuel.PJ.y :
Emisi CO2 emission dari konsumsi bahan bakar fosil pada
tahun y (tCO2e/thn)
FCLPG.y : Konsumsi ELPIJI pada
tahun y (LPG/thn)
EFLPG.combust :
Emisi faktor CO2 dari pembakaran gas ELPIJI
(kgCO2/TJ)
HVLPG :
Nilai kalor gas ELPIJI
Proses
pengolahan limbah cair secara anaerobik pada aktifitas proyek ininadalah sama
dengan kondisi sbelum proyek (baseline),
sehingga kualitas air yang diolah/nilai COD (chemical oxygen demand) limbah ai setelah melewati kolam anaerobik
pada saat sebelum proyek dan sebelum proyek adalah sama, maka dalam perhitungan
ini dapat dianggap PEww.discharge.y = 0.
Lumpur/sludge dari kolam anaerobik diambil
secara periodik untuk menjaga kualitas proses pengolahan air dan mencegah
pendangkalan kolam. Lumpur diambil dari kolam, dikeringkan dengan panas
matahari dan kemudian dibuang ke lahan perkebunan terdekat sebagai pupuk, sehingga
PEs.final.y = 0. Dengan
tidak adanya pengolahan lumpur maka pada emisi pada kegiatan tersebut tidak
ada, dan tidak ada nilai PEs.treatment.y.
karena tidak ada biomassa yang disimpan di bawah kondisi anaerobik, maka tidak
ada nilai PEbiomass.y.
Dengan
kondisi aktifitas proyek seperti di atas maka persamaan (4) menjadi,
PEy
=
PEww.treatment.y + PEfugitive.y
+ PEflaring.y...............................................(8)
PEfugitive.y = PEfugitive.ww.y + PEfugitive.s.y..........................................................(9)
Karena
pada proyek ini tidak ada sistem pengolahan sludge, maka nilai PEfugitive.s.y tidak
ada. Sehingga:
PEfugitive.y = PEfugitive.ww.y.............................................................................(10)
PEfugitive.ww.y
= (1-CFE.ww) × MEPww.treatment.y
× GWPCH4.............(11)
Dimana:
CFE.ww : Efisiensi penangkapan
dari fasilitas penangkapan gas pada
sistem pengolahan
limbah, 0,9
GWPCH4 :
Potensi emisi gas metana pada sistem pengolahan limbah
air
yang dilengkapi sistem penangkap gas bio, 21
Potensi gas metana yang dihasilkan dari
limbah cair dari kolam anaerobik dinyatakan dalam persamaan di bawah ini.
MEPww.treatment.y = Qww.y × Bo.ww × UFPJ
× ∑CODremoved.PJ.k.y
× MCFww.treatment.PJ.k................................................................(12)
Dimana:
Qww.y :
Jumlah limbah air (t/m3)
Bo.ww :
Kapasitas produksi gas metana pada limbah air,
0,21 kg (CH4/kgCOD)
UFPJ :
Faktor koreksi model untuk perhitungan
ketidakpastian model, 1,06
CODremoved.PJ.k.y :
Jumlah COD yang terambil/terolah
MCFww.treatment.PJ.k :
0,8 (kolam anaerobik dalam)
PEflaring.y = ∑TMRG,h × (1-0,9) ×
GWPCH4/1000..........................................(13)
Dimana jumlah massa gas metana yang
mengalir pada aliran gas bio pada fasilitas pembakaran/flaring dianggap sama
dengan jumlah massa gas metana yang dihasilkan kolam anaerobik setelah
dikurangi jumlah gas metana yang terlepas dari sistem penangkapan gas.
∑TMRG,h × GWPCH4/1000 è
(MEPww.treatment.y × GWPCH4) -
PEfugitive.ww.y....(14)
∑TMRG,h :
Jumlah massa gas metana pada aliran gas bio buang (kg/h)
Sehingga
persamaan (13) dapat dirubah menjadi persamaan di bawah ini.
PEflaring.y = (MEPww.treatment.y × GWPCH4) - PEfugitive.ww.y...............................(15)
2.7.3 Kebocoran/Leakage
Pada proyek ini,
instalasi sistem penangkapan dan pembakaran gas metana merupakan
sistem/peralatan yang baru sehingga kebocoran/leakage dianggap nol, LE = 0.
2.7.4 Pengurangan Emisi (emission reduction)
Pengurangan
emisi pada proyek ini adalah sebagai berikut:
ERy.ex ante = BEy.ex
ante + BEy.electricity
– (PEy.ex ante + LEy.ex ante).......................(16)
Persamaan
(16) dapat dirubah menjadi:
ERy.ex
ante = BEww.treatment.y
+ BEy.electricity – (PEww.treatment.y + PEfugitive.y
+
PEflaring.y)................................................................................(17)
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengukuran
air limbah
Dari
hasil pengukuran air sirkulasi dan air limbah didapat debit untuk masing-masing
adalah 46 m3/jam dan 38m3/jam. Dari hasil pengukuran ini didapat
rasio koefisien antara air limbah (POME) dan TBS olah yaitu 38/60 atau 0,63.
Hasil nilai rasio ini berada diantara angka rasio pada umumnya yaitu 0,55 –
0,65. Dengan nilai 0,63 dilakukan estiminasi debit air limbah terhadap jumlah
TBS olah.
Pada
PT. BKB, total jumlah TBS olah pada tahun 2008 adalah 270,235 ton, sehingga
jumlah air limbah pada tahun itu adalah 170,248 ton. Air sirkulasi dihitung
dari kapasitas pompa, yaitu 356,882 ton/jam. Sehingga total debit air limbah
yang masuk kedalam kolam adalah 527,130 ton
3.2 Hasil pengukuran COD
Hasil
pengukuran COD selama 10 hari berturut-turut dengan lokasi pengukuran pada
tanda bulat di kedua inlet pada kolam
anaerobik 1 dan 2 (gambar 2.8). luasan area kolam adalah sama yaitu panjang:
67,5 m ; lebar: 40,0 m ; dan kedalaman: 5,0 m.
Tabel 1. Hasil pengukuran COD
Hari
|
Ke kolam 1
|
Ke kolam 2
|
||
Inlet
|
Outlet
|
Inlet
|
Outlet
|
|
1
|
30.078,7
|
7.963,2
|
19.595,5
|
2.882,9
|
2
|
28.788,5
|
8.265,6
|
13.950,7
|
2.741,8
|
3
|
30.401,3
|
7.096,3
|
10.765,4
|
2.943,4
|
4
|
29.111,0
|
7.660,8
|
17.982,7
|
2.802,2
|
5
|
29.917,4
|
8.426,9
|
14.878,1
|
2.741,8
|
6
|
23.887,7
|
10.420,8
|
7.855,7
|
2.785,6
|
7
|
25.971,8
|
8.697,4
|
8.497,0
|
2.885,8
|
8
|
26.282,9
|
7.659,4
|
18.973,4
|
2.954,9
|
9
|
20.139,8
|
10.847,5
|
7.309,4
|
2.546,6
|
10
|
31.181,8
|
8.631,4
|
16.096,3
|
2.430,0
|
Rata-rata
|
27,576,1
|
8.566,9
|
13.590,4
|
2.771,5
|
Dari
hasil pengukuran COD seperti yang ditunjukkan dalam tabel 1, COD yang menuju
kekolam anaerobik 1 lebih tinggi dibandingkan yang menuju ke kolam anaerobik 2.
3.3 Pemanfaatan gas metana
Dari
hasil data 3.1 dan 3.2, potensi sumber gas metana dihitung dengan menggunakan
persamaan (2). Dari 2 kolam anaerobik yang dialiri secara paralel di kolam PKS
PT. BKB, dapat dihasilkan gas metana sebanyak 1,104 t-CH4 pertahun
atau 23,204 t-CO2.
3.3.1 Proyek CDM
Jika
proyek ini dimasukkan kedalam proyek CDM, dengan skenario flaring atau
pembakaran gas metana saja,. Maka proyek ini mempunyai arti sebagai proyek yang
berkontribusi terhadap pengurangan GRK dengan cara penangkapan dan pembakaran
gas metana. Aktifitas dari proyek ini kemudian jika disertifikatkan kepada
badan PBB yang mengurusi pengurangan GRK sebagai proyek CDM. Maka proyek ini
akan mendapatkan pendapatan dari hasil penjualan sertifikat tersebut.
Ketika
prouek belum dilaksanakan, kolam anaerobik 1 dan 2 mengeluarkan emisi,
BEy
= BEww.treatment.y, sebesar 23.204 ton.
Dan ketika proyek ini berjalan maka akan
menghasilkan emisi yang merupakan penjumlahan dari:
PEy
=
PEww.treatment.y + PEfugitive.y
+ PEflaring.y
atau
26.14 + 2940 +2646 = 5612 T-CO2/thn
Dengan
begitu proyek ini dapat mereduksi emisi CO2 sebesar 17.592 t-CO2/thn.
Dan jika proyek CDM ini mendapatkan CER maka didapatkan pendapatan sebesar
292.890 USD/thn dengan asumsi nilai CER adalah 12 EURO/t-CO2 atau
16/51 USD/t-CO2.
3.3.2 Proyek pembangkit listrik
Skema
lain dari proyek ini adalah dengan memanfaatkan gas metana sebagai sumber bahan
bakar. Jika 1.104 t-CH4 di konversi ke energi akan sama dengan 582,5
kWh/thn dan jika pembangkit ini beroperasi dengan faktor sebesar 80%, maka
dibutuhkan turbin generator dengan kapasitas 700 kW.
Dalam
sistem ini terdapat dua sistem yaitu biogas engine dan flaring system. Flaring
system digunakan untuk membakar kelebihan gas metana yang tidak dapat
dimanfaatkan turbin generator. Gas metana yang dihasilkan dari kolam limbah
tidak stabil, tetapi selalu fluktuatif, sedangkan suplai gas metana sebagai
bahan bakar ke turbin generator harus stabil sesuai dengan jumlah listrik yang
dibangkitkan. Sehingga komponen biaya investasi adalah turbin generator,
instalasi pembakaran, dan jaringan distribusi.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari
hasil survei ditemukan bahwa memang potensi gas metana pada kolam limbah
bergantung pada jumlah tandan buah segar (TBS) yang diolah dan COD (chemical
oxygen demand). Perencanaan replanting dan kondisi suplai TBS ke pabrik PKS
perlu diketahui sebelum perencanaan proyek dilaksanakan.
Potensi
gas metana dari kolam limbah dengan jumlah terbatas sangat menguntungkan jika
dimanfaatkan sebagai proyek CDM. Pemanfaatan untuk pembangkit listrik sangat
memungkinkan untuk pemakaian perusahaan itu sendiri.
Komentar
Posting Komentar